Powered By Blogger

Selasa, 31 Maret 2015

Dipamerkan, Karya Unggulan Narapidana se-Indonesia


Pameran Karya Unggulan Narapidana dibuka hari ini di Plasa Pameran Industri, Kementerian Perindustrian, Selasa (31/3). Bertajuk “Kreatifitas Tanpa Batas Meski Tempat Terbatas,” pameran akan dilaksanakan hingga Kamis (2/4) mendatang.
Sebanyak 44 stand pameran dari 33 Divisi Pemasyarakatan se-Indonesia turut meramaikan Pameran Karya Unggulan Narapidana tersebut.
Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly, dalam acara pembukaan pameran mengungkapkan peningkatan kreativitas perlu terus dilakukan secara terus menerus karena proses kreatif tidak akan pernah berhenti walau terrkekang oleh tempat maupun waktu. “Tubuh boleh hilang kemerdekaan, tapi kreativitas harus tetap berjalan sehingga narapidana di lapas atau rutan dapat terus mengaktualisasikan dirinya baik sebagai pribadi, anggota keluarga, maupun anggota masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yasonna, berterima kasih kepada Kementerian Perindustrian, khususnya Direktorat Jenderal Industri Kreatif dan Menengah yang telah memberikan wadah bagi Pemasyarakatan untuk memamerkan sekaligus menunjukkan kepada masyarakat bahwa banyak hasil positif dari pembinaan Pemasyarakatan.
“Saat ini banyak diantara karya narapidana yang telah memenuhi standar ekspor,” ungkap Yasonna. “Saya menantang pengusaha untuk ikut memberdayakan narapidana dengan menjadi investor memanfaatkan talenta dan kreativitas narapidana,” tambahnya.
Menanggapi pernyataan Yasonna, Menteri Perindustrian, Saleh Husein, mengajak Pemasyarakatan untuk selalu ikut dalam setiap pameran yang sering diadakan oleh Kementerian Perindustrian. “Mulai saat ini kami berharap dalam setiap pameran yang digelar oleh Kementerian Perindustrian dapat diikuti oleh karya unggulan narapidana sehingga besar kemungkinan nantinya akan ada investor yang tertarik untuk mengembangkan usahanya di dalam lapas,” tandasnya
Diakhir acara pembukaan, dipertunjukkan pula fashion show yang memamerkan kain batik, songket, dan tas etnik hasil kerajinan tangan narapidana Lapas Bogor, dilanjutkan dengan kunjungan para tamu undangan ke masing-masing stand pameran.


published by : Tim Humas Ditjenpas
sumber : pemasyarakatan.com

Selasa, 24 Maret 2015

Hidup Itu Pilihan

Pada suatu zaman di Tiongkok, hiduplah seorang jenderal besar yang selalu menang dalam setiap pertempuran.

Karena itulah, ia dijuluki "Sang Jenderal Penakluk" oleh rakyat.

Suatu ketika, dalam sebuah pertempuran, ia dan pasukannya terdesak oleh pasukan lawan yang berkali lipat lebih banyak. Mereka melarikan diri, namun terangsak sampai ke pinggir jurang. Pada saat itu para prajurit Sang Jenderal menjadi putus asa dan ingin menyerah kepada musuh saja.


Sang Jenderal segera mengambil inisiatif, "Wahai seluruh pasukan, menang-kalah sudah ditakdirkan oleh dewa-dewa. Kita akan menanyakan kepada para dewa, apakah hari ini kita harus kalah atau akan menang." Saya akan melakukan tos dengan keping keberuntungan ini! Jika sisi gambar yang muncul, kita akan menang. Jika sisi angka yang muncul, kita akan kalah! Biarlah dewa-dewa yang menentukan!" seru Sang Jenderal sambil melemparkan kepingnya untuk tos…

Ternyata sisi gambar yang muncul! Keadaan itu disambut histeris oleh pasukan Sang Jenderal, "Hahaha… dewa-dewa di pihak kita! Kita sudah pasti menang!!!" Dengan semangat membara, bagaikan kesetanan mereka berbalik menggempur balik pasukan lawan. Akhirnya, mereka benar-benar berhasil menunggang-langgangkan lawan yang berlipat-lipat banyaknya.

Pada senja pasca-kemenangan, seorang prajurit berkata kepada Sang Jenderal, "Kemenangan kita telah ditentukan dari langit, dewa-dewa begitu baik terhadap kita." Sang Jenderal menukas, "Apa iya sih?" sembari melemparkan keping keberuntungannya kepada prajurit itu. Si prajurit memeriksa kedua sisi keping itu, dan dia hanya bisa melongo ketika mendapati bahwa ternyata kedua sisinya adalah gambar…


Memang dalam hidup ini ada banyak hal eksternal yang tidak bisa kita ubah; banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan kehendak kita. Namun demikian, pada dasarnya dan pada akhirnya, kita tetap bisa mengubah pikiran atau sisi internal kita sendiri: untuk menjadi bahagia atau menjadi tidak berbahagia.

Jika bahagia atau tidak bahagia diidentikkan dengan nasib baik atau nasibburuk, jadi sebenarnya nasib kita tidaklah ditentukan oleh siapa-siapa, melainkan oleh diri kita sendiri. Ujung-ujungnya, kebahagiaan adalah sebuah pilihan proaktif tuk terus memotivasi.

"The most proactive thing we can do is to 'be happy'," begitu kata Stephen R. Covey dalam buku 7 Habits-nya.


Published By : Muhammad Yunus


sumber : e-motivasidiri.blogspot.com

Kisah Si Penebang Pohon



Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin. 
Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon. 

Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu”. 

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku, bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi. 

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?” 
“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu, saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga”. Kata si penebang. 

“Nah, disinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. 

Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan. Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak. 

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru!




sumber : andriewongso.com

2 Sahabat



Sebut saja Udin dan Amir. Kedua pemuda ini tumbuh seperti anak-anak seusianya. Dalam hal semangat, keduanya hampir memiliki kesamaan yaitu sama-sama mempunyai hasrat ingin sukses. Namun mereka mempunyai cara-cara yang berbeda dalam meraih suksesnya. Ketika dalam belajar disebutkan bahwa hanya orang yang bekerja keraslah yang akan meraih kesuksesan hidup di dunia maka keduanya menyimpan motto tersebut dalam memori dan mencoba menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Udin dan Amir mencoba menerapkan konsep kerja keras nya itu. 

Kedua pemuda ini mulai mengawali perjalanan hidupnya dengan bekerja menjadi karyawan seorang pengrajin besi. Keduanya bekerja di tempat yang berbeda-beda mengingat bos nya memiliki banyak cabang. Upahnya perhari sesuai dengan besi yang berhasil ia tempa menjadi sebuah barang seperti pisau, golok, atau cangkul.

Udin sangat percaya bahwa hanya dengan bekerja keraslah ia akan sukses dan mendapatkan banyak uang. Oleh karena itu ia bekerja dengan lebih giat lagi. Jika orang lain bekerja 8 jam ia memilih dikasih tambahan waktu 1 jam. Jika orang lain perhari berhasil membuat 10 benda besi maka Udin membuat 20. Bahkan tak jarang ia memilih kerja lembur demi mendapatkan upah lebih. Dia sangat percaya hasil kerja kerasnya akan sesuai dengan yang akan ia dapatkan.
Sementara di tempat yang berbeda, Amir justru melakukan hal yang bertolak belakang dengan Udin. Ia lebih memilih bekerja setengah hari tanpa meminta tambahan waktu dalam bekerja agar mendapat hasil yang banyak. Itu juga ia lakukan pada shift malam dimana ia mulai bekerja dari jam 5 sore sampai selesai pada pukul 02.00 pagi.

Lantas apa yang Amir lakukan pada siang harinya? Alih-alih bekerja ia lebih memilih untuk belajar mendalami tehnik-tehnik membuat peralatan dengan bahan baku besi. Ia mengikuti sebuah pelatihan dengan biaya hasil kerja nya menjadi karyawan. Selain itu, ia mengisi waktu dengan membaca buku dan melakukan hal-hal produktif lainnya seperti membuka pembelian besi bekas di depan rumah untuk kemudian ia jual kepada bosnya.

Udin tidak tahu apa-apa tentang Amir karena lokasi yang cukup jauh dan kerjaannya yang selalu sibuk. Ketika di minta waktu untuk bertemu pun dengan sombong nya Udin menjawab, "Maaf ya mir saya sibuk, nanti saja kalau ada waktu". Dari segi penghasilan, Udin memang lebih banyak daripada Amir mengingat kerjaannya yang sering lembur dan semua uangnya ia tabung sedangkan Amir menyisihkan gajinya untuk membayar pelatihan dan membeli buku. Sisanya cukup buat makan sehari-hari dan menabung secukupnya.

Sudah 3 bulan lamanya, Udin sudah membeli sebuah mobil (walaupun kredit) sementara Amir, motor pun masih seperti dulu. Dengan bangga Udin berkunjung kepada temannya dengan mengendarai mobil barunya sementara Amir hanya bisa tersenyum dan bersyukur temannya bisa membeli sebuah mobil. Amir percaya bahwa suatu saat nanti ia lebih bisa mendapatkan apa yang sudah di dapat oleh Udin.

10 bulan berlalu, Udin merasa letih dalam bekerja. Namun apa daya ia harus melakukan kerjaannya yang sibuk itu demi membayar tagihan mobilnya. Sementara Udin sudah menguasai ilmu-ilmu dalam membuat benda-benda dari besi, mesin produksi yang digunakan, serta pemasarannya. Udin mempunyai banyak teman dari pergulannya di banyak pelatihan.

Setahun berlalu, Amir sudah membuat pabrik sendiri dan memiliki banyak karyawan sementara Udin masih bekerja menjadi seorang karyawan dengan tanggungan kreditan yang membuatnya terus menerus bekerja keras. Kini keadaannya terbalik Amir justru jauh lebih baik dari apa yang di dapatkan oleh Udin. Dia memiliki 5 mobil dan beberapa aset berupa rumah mewah.

Pesan Moral :
"Kerja keras saja belum cukup membuat kita sukses melainkan harus di irngi sebuah kemahiran/ilmu yaitu kerja cerdas."



sumber : akip-39.blogspot.com

10 RIBU RUPIAH MEMBUAT ANDA MENGERTI CARA BERSYUKUR



Ada seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan.

Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah, Bu!"
Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami
tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!"

Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, "Tidak... tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!"
Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.

Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.

Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan :"Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!"

Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, "Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!"

Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.
Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. "Ada apa Pak?" Istrinya bertanya.

Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: "Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!"

Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya:
"Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!

Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap hamdalah.

Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap hamdalah." 

Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu!



sumber : akip-39.blogspot.com

Sirup atau Gula Pasir?


Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Tuhan yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirup.

 Masalahnya sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak menyebut-nyebut dirinya dalam campuran teh dan gula itu. Manusia cuma menyebut, "Ini teh manis." Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.

Begitu pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang mengatakan campuran itu dengan kopi gula pasir. Melainkan, kopi manis. Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan roti. Gula pasir merasa kalau dirinya cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan.

Ia cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiaannya, dan perannya yang begitu besar sehingga sesuatu menjadi manis. Berbeda sekali dengan sirup. Dari segi eksistensi, sirup tidak hilang ketika bercampur. Warnanya masih terlihat. Manusia pun mengatakan, "Ini es sirup." Bukan es manis.

Bahkan tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, "Es sirup mangga, es sirup lemon, kokopandan," dan seterusnya. Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirup, "Andai aku seperti kamu. "Sosok gula pasir dan sirup merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang giat berbuat banyak untuk orang banyak. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling berjasa. Persis seperti yang disuarakan gula pasir. 

Kalau saja gula pasir paham bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi. Kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirup dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir. Kalau saja gula pasir mengerti bahwa sirup terbaik justru yang berasal dari gula pasir asli. Kalau saja para penggiat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, "Andai aku seperti sirup!

Dalam kehidupan keseharian kita entah di kantor, di lingkungan rumah, maupun lingkungan profesi sekalipun, seringkali kita mendapati ada orang-orang tertentu seperti gula pasir yang banyak berjasa bagi orang lain tetapi tidak terliat, tidak mendapatkan apresiasi yang layak, dihargai sumbangsihnya, maupun yang lebih ekstrim adalah dianggap sosok pelangkap semata, bahkan dicibir dan diremehkan.
 
Tak mengapa! Gula pasir tetaplah bagaikan sosok mutiara di antara lapiran pekat Lumpur atau buah kelapa diantara rimbuan pohon di hutan belantara... yang
Tetap memancarkan cahaya ketulusan hati.



sumber : e-motivasidiri.blogspot.com

Kisah Sang Raja


Alkisah, di sebuah kerajaan, sang raja ,memiliki kegemaran berburu. Suatu hari, ditemani penasehat dan pengawalnya
raja pergi berburu ke hutan.Karena kurang hati-hati, terjadilah kecelakaan, jari kelingking raja terpotong oleh pisau yang sangat tajam.Raja bersedih dan meminta pendapat dari seorang penasihatnya.Sang penasehat mencoba menghibur dengan kata-kata manis, tapi raja tetap sedih.

Karena tidak tahu lagi apa yang mesti diucapkan untuk menghibur raja, akhirnya penasehat itu berkata: ‘Baginda, FAN SHI GAN JI, apa pun yang terjadi patut disyukuri ‘.mendengar ucapan penasehatnya itu sang raja langsung marah besar.

‘Kurang ajar ! Kena musibah bukan dihibur tapi malah disuruh bersyukur…!’ Lalu raja memerintahkan pengawalnya untuk menghukum penasehat tadi dengan hukuman tiga tahun penjara. Hari terus berganti. Hilangnya jari kelingking ternyata tidak membuat raja menghentikannya berburu.Suatu hari, raja bersama penasehatnya yang baru dan rombongan, berburu ke hutan yang jauh dari istana. Tidak terduga, saat berada di tengah hutan, raja dan penasehatnya tersesat dan terpisah dari rombongan. Tiba-tiba, mereka dihadang oleh orang-orang suku primitif. Keduanya lalu ditangkap dan diarak untuk dijadikan korban persembahan kepada para dewa. Sebelum dijadikan persembahan kepada para dewa, raja dan penasehatnya dimandikan.

Saat giliran raja yang dimandikan, ketahuan kalau salah satu jari kelingkingnya terpotong, yang diartikan sebagai tubuh yang cacat sehingga dianggap tidak layak untuk dijadikan persembahan kepada para dewa. 

Akhirnya, raja ditendang dan dibebaskan begitu saja oleh orang-orang primitif itu. Dan penasehat barulah yang dijadikan persembahan kepada para dewa. Dengan susah payah akhirnya raja berhasil keluar dari hutan dan kembali keistana. Setibanya diistana, raja langsung memerintahkan supaya penasehat yang dulu dijatuhinya hukuman penjara segera dibebaskan. ‘Penasehat ku, aku berterimakasih kepada mu. Nasehatmu ternyata benar, apa pun yang terjadi kita patut bersyukur. Karena jari kelingkingku yang terpotong waktu itu, hari ini aku bisa pulang dengan selamat. . . . ‘ Kemudian, raja menceritakan kisah perburuannya waktu itu secara lengkap.

Setelah mendengar cerita sang raja, buru-buru si penasehat berlutut sambil berkata: ‘Terima kasih baginda. Saya juga bersyukur baginda telah memenjarakan saya waktu itu. Karena jika tidak, mungkin sekarang ini, sayalah yang menjadi korban dipersembahkan kepada dewa oleh orang-orang primitif.’

Cerita di atas mengajarkan suatu nilai yang sangat mendasar, yaitu FAN SHI GAN JI apa pun yang terjadi, selalu bersyukur, saat kita dalam kondisi maju dan sukses, kita patut bersyukur, saat musibah datang pun kita tetap bersyukur. Dalam proses kehidupan ini, memang tidak selalu bisa berjalan mulus seperti yang kita harapkan. Kadang kita di hadapkan pada kenyataan hidup berupa kekhilafan, kegagalan, penipuan,fitnahan, penyakit, musibah, kebakaran, bencana alam, dan lain sebagainya. Manusia dengan segala kemajuan berpikir, teknologi, dan kemampuan antisipasinya, senantiasa berusaha mengantisipasi adanya potensi-potensi kegagalan, bahaya, atau musibah. Namun kenyataannya, tidak semua aspek bisa kita kuasai. Ada wilayah ‘X’ yang keberadaan dan keberlangsungannya sama sekali di luar kendali manusia.

Inilah wilayah Tuhan Yang Maha kuasa dengan segala misterinya. Sebagai makhluk berakal budi, wajar kita berusaha menghindarkan segala bentuk marabahaya. Tetapi jika marabahaya datang dan kita lagi mampu untuk mengubahnya, maka kita harus belajar dengan rasa syukur dan jiwa yang besar untuk menerimanya. Dengan demikian beban penderitaan mental akan jauh terasa lebih ringan, kalau tidak, kita akan mengalami penderitaan mental yang berkepanjangan. Sungguh, bisa bersyukur dalam keadaan apapun merupakan kekayaan jiwa. Maka saya sangat setuju sekali dengan kata bijak yang mengatakan :

KEBAHAGIAAN DAN KEKAYAAN SEJATI ADA DI RASA BERSYUKUR.



sumber: andriewongso.com

5 Kualitas Pensil


Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.
"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?"
Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya,
"Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai".

"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.

Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.
"Tapi nek, sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya." Ujar si cucu

Si nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini."
"Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini."
Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendak-Nya.

Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik.

Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar.

Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu.

Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan.




sumber : akip-39.blogspot.com

Keseimbangan Hidup


Dikisahkan, suatu hari ada seorang anak muda yang tengah menanjak karirnya tapi merasa hidupnya tidak bahagia. Istrinya sering mengomel karena merasa keluarga tidak lagi mendapat waktu dan perhatian yang cukup dari si suami. Orang tua dan keluarga besar, bahkan menganggapnya sombong dan tidak lagi peduli kepada keluarga besar. Tuntutan pekerjaan membuatnya kehilangan waktu untuk keluarga, teman-teman lama, bahkan saat merenung bagi dirinya sendiri.Hingga suatu hari, karena ada masalah, si pemuda harus mendatangi salah seorang petinggi perusahaan di rumahnya. Setibanya di sana, dia sempat terpukau saat melewati taman yang tertata rapi dan begitu indah. "Hai anak muda. Tunggulah di dalam. Masih ada beberapa hal yang harus Bapak selesaikan," seru tuan rumah. Bukannya masuk, si pemuda menghampiri dan bertanya, "Maaf, Pak. Bagaimana Bapak bisa merawat taman yang begitu indah sambil tetap bekerja dan bisa membuat keputusan-keputusan hebat di perusahaan kita?" 

Tanpa mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang sedang dikerjakan, si bapak menjawab ramah, "Anak muda, mau lihat keindahan yang lain? Kamu boleh kelilingi rumah ini. Tetapi, sambil berkeliling, bawalah mangkok susu ini. Jangan tumpah ya. Setelah itu kembalilah kemari".
Dengan sedikit heran, namun senang hati, diikutinya perintah itu. Tak lama kemudian, dia kembali dengan lega karena mangkok susu tidak tumpah sedikit pun. Si bapak bertanya, "Anak muda. Kamu sudah lihat koleksi batu-batuanku? Atau bertemu dengan burung kesayanganku?"
Sambil tersipu malu, si pemuda menjawab, "Maaf Pak, saya belum melihat apa pun karena konsentrasi saya pada mangkok susu ini. Baiklah, saya akan pergi melihatnya."

Saat kembali lagi dari mengelilingi rumah, dengan nada gembira dan kagum dia berkata, "Rumah Bapak sungguh indah sekali, asri, dan nyaman." tanpa diminta, dia menceritakan apa saja yang telah dilihatnya. Si Bapak mendengar sambil tersenyum puas sambil mata tuanya melirik susu di dalam mangkok yang hampir habis.

Menyadari lirikan si bapak ke arah mangkoknya, si pemuda berkata, "Maaf Pak, keasyikan menikmati indahnya rumah Bapak, susunya tumpah semua".
"Hahaha! Anak muda. Apa yang kita pelajari hari ini? Jika susu di mangkok itu utuh, maka rumahku yang indah tidak tampak olehmu. Jika rumahku terlihat indah di matamu, maka susunya tumpah semua. Sama seperti itulah kehidupan, harus seimbang. Seimbang menjaga agar susu tidak tumpah sekaligus rumah ini juga indah di matamu. Seimbang membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga. Semua kembali ke kita, bagaimana membagi dan memanfaatkannya. Jika kita mampu menyeimbangkan dengan bijak, maka pasti kehidupan kita akan harmonis".

Seketika itu si pemuda tersenyum gembira, "Terima kasih, Pak. Tidak diduga saya telah menemukan jawaban kegelisahan saya selama ini. Sekarang saya tahu, kenapa orang-orang menjuluki Bapak sebagai orang yang bijak dan baik hati".

==============================================
Dapat membuat kehidupan seimbang tentu akan mendatangkan keharmonisan dan kebahagiaan. Namun bisa membuat kehidupan menjadi seimbang, itulah yang tidak mudah.
Saya kira, kita membutuhkan proses pematangan pikiran dan mental. Butuh pengorbanan, perjuangan, dan pembelajaran terus menerus. Dan yang pasti, untuk menjaga supaya tetap bisa hidup seimbang dan harmonis, ini bukan urusan 1 atau 2 bulan, bukan masalah 5 tahun atau 10 tahun, tetapi kita butuh selama hidup. Selamat berjuang!




sumber : andriewongso.com

Rabu, 18 Maret 2015

Ayo, Jadi Kecap Nomor Dua..!


Tidak ada kecap yang diberi label nomor 2 di pasar, semua nomor 1. 

Trik seperti ini dilakukan tidak saja untuk membuat calon konsumen tergiur, tapi juga sekaligus untuk “menggertak” pesaing agar berfikir 2 kali sebelum terjun ke kancah yang sama. 

Dan memang bagi yang bernyali kecil, daripada harus berdarah-darah bertarung dengan si nomor 1, lebih baik cari lahan lain yang lebih aman saja.

Tapi tidak bagi yang bermental jawara. Kemarin orang lain boleh muncul sebagai no 1 dan saya no 2 — namun hari ini harus saya yang no 1. Kalau hari ini masih orang lain yang no 1  dan saya no 2 –  besok giliran saya yang no 1.
Demikian kira-kira falsafah hidup mereka.

Para jawara tidak pernah putus asa, apalagi kalah sebelum berperang. Bagi mereka, nomor 2 berarti PERINGKAT UTAMA dari sederetan penantang. Dan, itu sungguh  terhormat.

Kenyataannya, sebagian masyarakat justru menaruh respek pada si no 2 ini.

Jackie Chan, selama bertahun-tahun menjadi nomor 2, karena citranya selalu jatuh di bawah bayang-bayang sang maestro, Bruce Lee. Namun, setelah sadar bahwa ia tidak mungkin menjiplak tokoh idolanya itu, ia berhasil menjadi diri sendiri yang pada akhirnya membuat dirinya  sukses, kaya dan populer.

Pepsi Cola selama puluhan tahun menjadi nomor 2 di mata masyarakat.  Namun apakah itu berarti Pepsi kurang populer atau kurang berkualitas? Sama sekali tidak. Pepsi sangat dikenal dan dihormati tidak saja sebagai produk bermutu, tapi boleh dikata ialah yang dinobatkan orang sebagai pesaing terberat Coca Cola.

Apa arti semua itu? Tidak lain bahwa, dalam kehidupan ini tidak seyogyanyalah kita merasa kecil.  Tidak peduli kita ada di peringkat berapa saat ini, nomor 2 atau 200 sekali pun, itu tidak penting. Yang penting adalah kita saat nanti, saat perjuangan mati-matian telah kita lakukan, maka sedikit atau banyak, kecil atau besar, perubahan pasti terjadi. 


          succes is not a destination, it’s a journey

Manusia Seperti Sebuah BUKU….

Renungan buat kita sehari.

Manusia Seperti Sebuah BUKU….

Cover depan adalah tanggal lahir.
Cover belakang adalah tanggal kematian.
Tiap lembarnya, adalah tiap hari dalam hidup kita dan apa yg kita lakukan.
Ada buku yang tebal,
ada buku yang tipis.
Ada buku yang menarik dibaca,
ada yang sama sekali tidak menarik.

Sekali tertulis, tidak akan pernah bisa di’edit’ lagi.

Tapi hebatnya,
seburuk apapun halaman sebelumnya,
selalu tersedia halaman selanjutnya yang putih bersih, baru dan tiada cacat.

Sama dengan hidup kita, seburuk apapun kemarin,
Kita  selalu punya kesempatan untuk hari yang baru.
Kita selalu punya kesempatan baru untuk melakukan sesuatu yang benar
dalam hidup kita
setiap harinya
dan kita selalu bisa memperbaiki kesalahan kita.

Syukuri hari ini….
dan isilah halaman buku kehidupanmu dengan hal-hal yang baik semata.
Supaya pada saat halaman terakhir buku kehidupan itu layak
untuk dijadikan teladan
bagi anak-anak kita dan siapapun setelah kita nanti.

Selamat menulis di buku kehidupanmu,
Menulislah dengan tinta cinta dan kasih sayang,
serta pena kebijaksanaan.



sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com

Merendahkan Orang Lain

Pada suatu sore yg cerah,seorang cendekiawan ingin menikmati pemandangan laut dengan menyewa sebuah perahu nelayan dari tepi pantai.

Setelah harga sewa per jam disepakati,keduanya melaut tidak jauh dari bibir pantai.

Melihat nelayan terus bekerja keras mendayung perahu tanpa banyak bicara, sang cendekiawan bertanya, “Apa bapak pernah belajar ilmu fisika tentang energi angin & matahari?”

“Tidak” jawab nelayan itu singkat

”Ah, jika demikian bapak tlah kehilangan SEPEREMPAT peluang kehidupan Bapak”

Nelayan cuma mengangguk-angguk membisu.

“Apa bapak pernah belajar sejarah filsafat?” tanya cendikiawan

“Blum pernah” jawab nelayan itu singkat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya

”Ah, jika demikian bapak tlah kehilangan SEPEREMPAT lagi peluang kehidupan Bapak”

Si Nelayan kembali cuma mengangguk-angguk membisu.

“Apa bapak pernah belajar & bisa berkomunikasi dengan bahasa asing?” tanya cendikiawan

“Tidak bisa” jawab nelayan itu singkat

“Aduh, jika demikian bapak total telah kehilangan TIGA PEREMPAT peluang kehidupan Bapak”

Tiba-tiba,
Angin kencang bertiup keras dari tengah laut.

Perahu yg mereka tumpangi pun oleng hampir terguling.

Dengan tenang Nelayan bertanya kepada cendekiawan ”Apa bapak pernah belajar berenang?”

Dengan suara gemetar & muka pucat ketakutan, Cendekiawan itu menjawab, “Tidak Pernah !!”

Nelayan
pun memberi komentar dengan percaya diri, “Ah, jika demikian, bapak telah kehilangan SEMUA peluang hidup bapak”


Pesan Moral :

Pelajaran yg dapat dipetik dari kisah di atas:

Jangan meninggikan diri lebih hebat dari orang lain.

 Jangan sombong, sebab akan direndahkan TUHAN.

Kita semua memiliki keterbatasan & memerlukan orang lain.


sumber : kisahinspirasidanmotivasikita

My Bag and My Mind

Ada kemiripan antara “My Bag” & “My Mind”.

My Bag, setiap hari sebagian besar dari kita membawa tas dalam perjalanan.

Untuk kaum wanita, tas merupakan salah satu atribut penampilan yang penting. Waktu libur, cobalah bongkar semua isi tas kita.Ternyata kadang sepertiga atau separuh dari isi tas itu adalah barang-barang yang sudah tidak kita perlukan: struk ATM yang sudah buram, bungkus tissue, agenda/buku yang jarang dibaca, sekumpulan uang logam yang kotor, pen yng sudah macet, kumpulan tagihan kartu kredit bulan2 lalu, kertas2 brosur kadaluarsa dsbnya. Meski mungkin ringan, tetapi umumnya barang2 yg tdk diperlukan itu terus menambah berat tas kita, sehingga kita sebaiknya menyortir & membuang barang-barang yang tdk berguna yg membebani tas kita.


My Mind, kadang mirip dgn My Bag diatas, pikiran kita (tanpa disadari) selama ini sering kita bebani dengan hal-hal yang tdk perlu : Penyesalan Masa Lalu, Sakit Hati , Ingin Balas Dendam , Kecewa, Jengkel, Iri Hati, Egois, Kurang Kooperatif, Perasaan Tidak Puas Atas kondisi yg terjadi, Rendah Diri, Konflik Keluarga maupun dengan pihak lain dan sebagainya. Pikiran2 yg tdk perlu itu akan terus membebani perjalanan hidup kita, sehingga dampaknya raut wajah akan kelihatan suntuk, jutek, stress, hidup kurang nyaman, dan yg parah adalah kita akan membenci semua hal-hal yg tak sesuai dgn kemauan kita. Ini semua ibarat Tas yang kelebihan isi dan beban yang tak perlu.

Yang harus kita lakukan terhadap My Mind adalah sama dgn apa yang kita lakukan dengan My Bag diatas. Sortir & Buanglah segala beban pikiran yg tdk ada manfaatnya itu.

Kosongkan lagi alam pikiran dan otak kita agar bisa menerima tambahan hal-hal berguna yg baru yg akan kita hadapi, kita akan mendapatkan Kesegaran Pikiran dan juga secara fisik.

Yuk Ciptakan Positive Thinking di setiap pagi ketika kita bangun tidur. 
Dahulukan prasangka baik, salah satu kunci putih hati.




sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com

Persahabatan Kerja Keras Dan Ketekunan

Suatu kali hiduplah 6 tokoh bernama KESUKSESAN, KETEKUNAN, KERJAKERAS, KEMALASAN, KEKAYAAN DAN KETIDAKTAHUAN.
Suatu saat Kesuksesan jatuh ke jurang yang dalam. Ia berteriak minta tolong. Ketidaktahuan mendengar dan berusaha menolong. Namun karena ia tidak mengerti apa-apa, Ketidaktahuan pun tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Tak lama lewatlah sahabatnya yang lain: Kemalasan.
“Kemalasan, tolong keluarkan aku dari sini,” pinta Kesuksesan. “Maaf aku sedang tidak ada waktu,” jawab Kemalasan sambil berlalu.
Karena belum mendapat pertolongan, Kesuksesan pun terus berteriak. Kali ini yang mendengar  suaranya adalah Kekayaan.
“Apa yang bisa kulakukan untukmu?” tanya Kekayaan. “Tolong beri aku tali,” jawab Kesuksesan.
“Tali, aku tidak punya tali. Aku hanya punya rumah mewah, uang, mobil, hotel, dan apartemen. Maaf aku tidak bisa membantumu,” Kekayaanpun pergi.

Kesuksesan hampir putus asa, tapi untung sahabatnya yang lain datang membantu. Mereka adalah Ketekunan dan Kerjakeras. Kerjakeras berusaha mencari seutas tali dan setelah mendapatkannya, lalu mengulurkannya ke jurang. Sebenarnya Kerjakeras tak sanggup mengangkat Keuksesan sendiri, dia dibantu dan disemangati oleh Ketekunan. Kesuksesan pun selamat!
Tanpa adanya kerja keras dan ketekunan , kesuksesan tidak akan hadir dalam hidup kita.
Kita semua setuju bahwa kerja keras atau yang kita sebut sekarang sebagai kerja cerdas dapat membuat sesuatu terjadi dalam hidup kita. Tapi kerja keras juga butuh ketekunan. Tanpa adanya sikap tekun, usaha keras kita akan berakhir segera ketika kita mulai lelah. Ketekunan adalah sahabat kerja keras.

Ketekunan adalah kerja keras yang Anda lakukan ketika Anda sudah mulai lelah bekerja keras.
Tidak cukup hanya bekerja keras seperti yang dilakukan petani yang telah menabur benih, kita juga perlu tekun dalam menantikan hasilnya.
Hasrat, tekad dan ketepatan bertindak adalah nilai dasar dari keberhasilan

happy anniversary,

sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com

Cerita Seorang Kakek

ALKISAH DI SUATU DESA DI TEPI HUTAN TINGGAL SEORANG KAKEK TUA DENGAN PUTRA TUNGGALNYA. MEREKA HIDUP DARI BETERNAK KUDA YANG DIAMBIL SUSU DAN DAGINGNYA. SANG PUTRA KERJANYA SEHARI-HARI MENGGEMBALAKAN BEBERAPA EKOR KUDA YANG MEREKA MILIKI KE PADANG RUMPUT.
Suatu hari seperti biasa putranya membawa kuda-kuda merumput ke lapangan. Karena kelelahan dia tertidur di bawah sebatang pohon rimbun. Saat terbangun, dia terkejut karena dia mendapati kuda-kudanya tidak di lapangan lagi, tetapi entah hilang ke mana. Dia mencari-cari mereka, tetapi berakhir dengan sia-sia. Akhirnya, dengan langkah gontai, dia pulang ke rumah.
Berita kakek tua kehilangan kuda-kuda peliharaannya membuat gempar desa kecil tersebut. Para tetangga segera berdatangan menyatakan duka mendalam atas kemalangan yang menimpa keluarga kakek itu. Seorang tetangga sambil menenangkan kakek tua berkata, “Sungguh malang nasibmu, Pak Tua. Semua kudamu telah tiada. Sia-sia jerih payahmu selama ini. Sungguh malang nasibmu.”
Kakek tua terdiam sejenak, lalu menjawab, “Saya tidak merasa kemalangan, hal ini biasa saja. Semua ini hanya bagian dari kehidupan.”
Para tetangga bingung dengan tanggapan kakek tua, dan merasa kasihan karena dia mungkin hanya sekedar menghibur diri. Lalu mereka semua meninggalkan keluarga kakek tua untuk memberikan kesempatan kepadanya untuk menenangkan diri.
Beberapa hari berlalu. Dan suatu pagi, terjadi kegemparan. Ternyata pada malam sebelumnya kuda-kuda kakek tua kembali lagi ke kandangnya. Dan bersama dengan mereka ikut segerombolan kuda liar dari hutan. Dalam sekejap mata kakek tua memiliki banyak kuda.
Berita ini kembali menggemparkan seisi desa. Para tetangga datang memberikan selamat atas keberuntungan ini. Semua memuji bahwa nasib kakek semakin baik di hari tuanya. Mereka berucap, “Sungguh beruntung nasibmu, Pak Tua. Sekarang kamu memiliki kuda paling banyak dan menjadi orang paling kaya di desa kita.” Kakek tua hanya menggelengkan kepala sambil menjawab, “Saya merasa biasa-biasa saja. Ini hanya sekedar satu peristiwa dalam hidup saya. Semua ini hanya bagian dari kehidupan.”
Para tetangga semakin bingung dengan sikap kakek tua yang agak aneh itu. Mereka menganggapnya orang yang tidak tahu bersyukur dalam hidup. Lalu mereka meninggalkan kakek tua yang semakin membingungkan mereka itu.
Beberapa hari berlalu. Seperti biasa, putra kakek tua secara berkala mencari kayu bakar di hutan untuk keperluan memasak. Pagi-pagi putranya berangkat ke hutan, dan sesampainya di sana, mulai menebang pohon untuk mengambil batang kayunya. Karena kurang hati-hati, suatu ketika kapak yang dia ayunkan ke batang pohon meleset dan menebas kaki kanannya. Kakinya mengalami pendarahan dan luka yang parah. Dia akhirnya diselamatkan oleh penduduk desa yang kebetulan lewat.
Berita tentang kecelakaan putra kakek tua kembali menggemparkan desa. Beramai-ramai mereka datang ke rumah kakek tua untuk membesuk putranya. Mereka merasa kasihan dan berusaha menghibur kakek tua karena putranya bakal menderita cacat seumur hidup. “Sungguh malang nasibmu, Pak Tua. Putra satu-satumu sekarang cacat. Siapa lagi sekarang yang membantu dan menjagamu?” Kakek tua hanya diam membisu, tertegun merenung, lalu menjawab, “Bagi saya ini hal yang biasa. Demikianlah yang seharusnya terjadi. Semua ini hanya bagian dari kehidupan.”
Para tetangga semakin bingung dengan jawaban kakek tua. Kali ini mereka menganggap kakek tua ini bukan saja orang yang aneh, tetapi mungkin sudah hampir gila. Lalu, mereka tanpa banyak bicara meninggalkan kakek yang mereka anggap lain dari biasa itu.
Beberapa hari berlalu. Suatu hari desa itu kedatangan tentara kerajaan yang sedang mencari pemuda-pemuda sehat untuk diikutsertakan berperang karena kerajaan sedang diserang musuh. Semua pemuda yang sehat dari desa itu diambil paksa untuk ikut kewajiban membela kerajaan. Berhubung putra kakek tua cacat maka dia tidak ikut dibawa pergi. Maka kakek tua tetap dapat hidup tenang di masa tuanya dengan ditemani putra tunggalnya.
Cerita di atas memberikan inspirasi kepada kita tentang hakekat kehidupan. Jika Anda pernah mendengar atau membaca sebelumnya, biarlah cerita ini mengingatkan Anda kembali untuk menghayati hidup dengan cara yang baru.
Moral cerita di atas begitu sederhana. Hidup ini penuh dengan serangkaian peristiwa yang datang silih berganti. Ada yang kita sukai dan menyenangkan kita, ada yang tidak kita sukai dan mengantarkan penderitaan bagi kita. Begitulah kehidupan, dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa yang terkadang memberi keberuntungan, terkadang membawa kemalangan. Dan dengan cara demikianlah kita memberi label atas peristiwa-peristiwa yang terjadidalam hidup.
Moral yang lain, ketika kemalangan datang menghampiri, kita tidak perlu terlalu bersedih hati. Tersenyumlah, mungkin saja keberuntungan sedang dalam perjalanan mengunjungi kita. Dan ketika keberuntungan mengetuk di pintu kehidupan, kita tidak perlu merasa senang dan bahagia berlebihan. Siapkanlah hati, mungkin saja kemalangan sedang mengintai, menunggu saat lengah untuk menerkam kita.
Kisah di atas sangat mempengaruhi cara pandang saya terhadap kehidupan. Saya berharap hal yang sama terjadi terhadap Anda juga. Semoga.


sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com

Meja dan Mangkuk Kayu

Suatu ketika ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orang tua ini begitu rapuh dan sering bergerak tak menentu. Penglihatan kabur, cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, si orang tua pikun itu sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan.

Sendok dan garpu kerap jatuh di bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua itu. “Kita harus lakukan sesuatu, ujar sang suami. “aku sudah bosan membereskan semuanya untuk Pak Tua ini.”

Lalu, suami-istri itu membuat sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana sang kakek akan duduk untuk makan sendirian dan semua menyantap makanan. Mereka juga memberi mengkuk kayu kepada si kakek.  Acapkali keluarga itu makan malam, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari mulut si suami-istri itu adalah omelan agar si kakek tidak menjatuhkan makanan lagi.


Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi dan merekam semua peristiwa itu dalam diam. Suatu malam sebelum tidur suami-istri itu mendapati anak mereka sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut mereka menyapa anak itu. “Kamu sedang membuat apa?” Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu untuk ayah dan ibu. Saat besar nanti akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek yang biasa makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat suami-istri itu terpukul. Mereka tak mampu berkata lagi. Airmata bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, keduanya mengerti ada sesuatu yang harus diperbaiki. Malam itu mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat piringnya yang jatuh atau makanan tumpah menodai taplak meja. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.
         
Teman, anak-anak adalah persepsi diri kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru. Jika kita melihat kita memperlakukan  orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan mereka saat dewasa kelak.
         
Orang tua yang bijak akan selalu menyadari, setiap “bangunan jiwa” yang disusun adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak. Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar bahwa berbuat baik pada orang lain adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.



Published by : Teguh Wicaksono Putro


sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com

KOIN PENYOK

Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dgn rasa putus asa. Kondisi finansial keluarganya morat-marit.

Saat menyusuri jalanan sepi, kakinya terantuk sesuatu. Ia membungkuk dan menggerutu kecewa. “Uh, hanya sebuah koin kuno yg sudah penyok.” Meskipun begitu ia membawa koin itu ke bank.

“Sebaiknya koin in dibawa ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itu membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, koinnya dihargai 30 dollar.

Lelaki itu begitu senang. Saat lewat toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga 30 dollar utk membuat rak buat istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu bermutu yg dipanggul lelaki itu. Dia menawarkan lemari 100 dollar utk menukar kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak utk membawa pulang lemari itu.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita melihat lemari yg indah itu dan menawarnya 200 dollar. Lelaki itu ragu-ragu. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju dan mengembalikan gerobaknya.

Saat sampai di pintu desa, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Tiba-tiba seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya bertanya, “Apa yg terjadi? Engkau baik2 saja kan? Apa yg diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.

Demikianlah YANG MAHA KUASA mengatur hak-hak kita….
Bila kita sadar kita tak pernah benar2 memiliki apapun, kenapa saat kehilangan kita harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Bersyukurlah! ♥



sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com

Yang Anda Miliki Hanya Hari Ini

Jika Anda berada di pagi hari, jangan menunggu sore.  

Hidupmu adalah hari ini, bukan kemarin yang telah berlalu dengan kebaikan dan keburukannya ,juga bukan esok yang belum tentu datang. 

Hidupmu adalah sejak matahari terbit hingga terbenam. 

Usiamu hanya sehari, oleh sebab itu pikiranmu harus tercurah untuk kehidupan sepanjang hari ini saja, seolah-olah engkau dilahirkan dan mati pada hari itu. 

Dengan demikian hidup tidak akan diterlantarkan oleh duka masa lalu dan bayang-bayang kecemasan masa depan yang tidak pasti. 

Konsentrasikan pikiran, perhatian, karya, usaha dan perjuanganmu hanya pada hari ini saja. 

Hidup yang hanya sehari ini menuntutmu untuk dapat mendirikan shalat dgn khusyu, membaca Al-qur’an dgn memahami maknanya, berzikir sepenuh hati, berbuat adil dalam segala hal, berakhlaq baik sepanjang waktu, ridha dengan rejeki Allah, memperhatikan penampilan lahir dan perbuatan baik terhadap sesama...



sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com

MENGATUR HIDUP

‎​(1) JANGAN MENGATUR KEUANGAN SESUAI GAYA HIDUP ANDA. ATUR GAYA HIDUP SESUAI KEUANGAN ANDA.
Pertandingan dalam hidup ini adalah “memiliki lebih” dari yang lain. Ini pertandingan yang melelahkan, karena selalu ada orang yang “lebih” dari kita.

(2) SIMPLIFY/SEDERHANAKAN : BUKAN “BAGAIMANA SAYA BISA DAPAT LEBIH LAGI” MELAINKAN “APA YANG BISA SAYA KURANGI.”
Di Jepang tempat tinggal sangat sempit, tidak jarang ruang bermain, diubah menjadi ruang makan, lalu  menjadi ruang tidur. Karena itu, orang tidak bisa membawa banyak barang ke rumah, walaupun mereka sanggup membelinya. Pertanyaan penting sebelum membeli barang: “Apakah saya bisa hidup tanpa barang ini?” Bila jawabannya “Ya”, sudah pasti barang itu tidak dibeli. Don’t clutter your life with material things & demands.

(3) HEMAT TAPI JANGAN PELIT
Hemat berarti menggunakan sesedikit mungkin untuk memenuhi kebutuhan diri kita, supaya ada yang bisa saya berikan bagi orang lain. Pelit berarti menyimpan apa yang seharusnya dibagikan pada orang lain, supaya diri kita memiliki lebih.  Bagus bila kita hemat, tapi jangan pelit. Ingat Tuhan sanggup memelihara kita.

(4) CUKUPKAN DENGAN APA YANG ADA
Seorang konglomerat ditanya, “Kapan Anda merasa cukup?” Jawabnya “Sedikit lagi”, tidak pernah selesai. Belajar hidup dengan apa yang ada.  Belajar memberi, bukan menumpuk lebih lagi. Bersyukur dengan apa yang kita miliki, bukan menggerutu karena apa yang belum didapatkan.

BAIK UNTUK MEMILIKI UANG DI TANGAN, TAPI JANGAN DI HATI ;)

Bagi yang belum melakukan, laksanakan!
Bagi yang telah melakukan, lanjutkan!
Bagi yang masih setengah2, tingkatkan!
Tetaplah semangat dlm berpikir, berkata, dan berbuat yang positif.

‎​​​       Tetap
.  /
 Ϛ  Semangaaaaattt Yaaah … !!!!!
  _||_ ‎​​


sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com