Powered By Blogger

Rabu, 29 Juli 2015

Siap-Siaplah Jadi Kacung Setelah Lulus Kuliah

(Sumber: www.personnel-placements.co.uk)


Sengaja saya memposting artikel dari teman blog sebelah yang menceritakan tentang pengalamannya saat baru masuk dunia kerja setelah lulus dari bangku kuliahnya. Bagi saya, cerita ini sedikit banyak dapat memberikan pencerahan bagi kita, teman-teman yang baru lulus dari kuliah, untuk dapat memahami dunia baru yakni dunia kerja. Berikut artikelnya :

Setelah lulus kuliah, apa yang mau kamu lakukan? Yang Alhamdulillah punya bisnis keluarga, bisa langsung terjun ke dunia itu. Ini tentu menarik sekali. Tapi sayangnya pilihan itu belum banyak di sekitar kita. Lalu apa pilihannya? Ya cari kerja.

Buka-bukalah website penyedia lowongan kerja. Sekarang semua mudah sebab banyak media bisa kita akses untuk info lowongan. Saya sendiri juga sempat beberapa kali melamar hingga akhirnya berlabuh di pekerjaan saya sekarang. Tapi, ada yang menarik setelah saya masuk dunia kerja.

Dunia kuliah dengan dunia kerja sepintas tak memiliki batas. Sama-sama berisi manusia, tugas, deadline, senior-junior (atasan-bawahan) dan lain-lainnya. Tapi bila kita sudah masuk dunia kerja, rupanya dunia kuliah dengan dunia kerja sangat berbatas.

Mengapa? Karena dua dunia ini berbeda sama sekali. Ketika kita masuk dunia kerja, maka mau tak mau kita memasuki alam lain, dunia lain, suasana lain sehingga langkah kita pun mau tak mau dimulai lagi dari nol. Artinya?

Se senior-seniornya kita di kampus, sekeren-kerennya kita di kampus, segarang-garangnya kita di tempat kuliah, ketika masuk dunia kerja, jadilah semua itu tak berguna.

Saya teringat cletukan teman saya yang, menurutku, spontan tapi menggambarkan bagaimana rasanya ketika ia masuk dunia kerja. Kalau tidak salah dia berujar dengan canda: Gila, sekeren ape lu di kampus, mau dari kampus macam apa lu, kalau pertama masuk kerja, lu jadi kacung… Haha.  Ketik ini itu, foto kopi ini itu… Haha.

Kacung. Iya kacung. Tak pernah terbesit kata ini di pikiran saya hingga teman saya mencletukkannya. Saya pikir, benar juga ya…

Ketika pertama masuk dunia kerja, kita mulai belajar hal baru. Namanya belajar hal baru, tentu belajar dari hal-hal kecil dulu bukan? Ini yang tidak banyak disadari oleh sebagian besar lulusan universitas.

Kalau lulus dengan IPK 4, maka akan mudah dapat pekerjaan? Belum tentu. Mungkin mendapatkan pekerjaan mudah bagi yang bernilai baik, tapi untuk bertahan di pekerjaan barunya, itu hal lain.

Banyak yang mengeluh: IPK saya kan cumlaude, tapi mengapa saya disuruh cuma jadi notulen, kenapa saya cuma bikin surat dan antar surat, kenapa saya cuma urus absen karyawan, kenapa saya cuma isi angket penilaian? Kenapa saya jadi operator mesin? Saya bisa lakukan hal lebih besar…

Mengeluh demikian tentu lumrah saja. Lha iya, di kampus dulu jadi bintang fakultas, jadi lulusan terbaik, ikut seminar di luar negeri ini itu, lha kok cuma mengurus surat menyurat, lha kok cuma jadi operator mesin?
Saya pernah (dan sedang, haha) mengalami masa-masa itu. Tapi sejalan waktu, saya sadar dan ingat ucapan kawan saya: masuk dunia kerja, pertama-tapi pasti jadi kacung.

Saya kemudian menyadari kalau dunia kerja dan dunia kampus berbeda sekali satu sama lain. Di kampus, sebelum kamu menjadi senior, pasti harus jadi junior. Butuh waktu dan pengalaman untuk jadi senior. Sama di dunia kerja, untuk menjadi atasan dengan tugas lebih besar, kita juga harus melewati fase menjadi bawahan atau kasarannya kacung. Disuruh ini itu diminta pergi ke sini dan ke situ.

Memang rasanya agak pahit di awal. Sepertinya nilai-nilai dan pengalaman semasa kuliah tak dihargai. Tapi masalahnya bukan dihargai atau tidak pengalaman kita di bangku kuliah.

Masalahnya, dunia kerja adalah dunia baru. Untuk menaklukkannya butuh waktu dan jam terbang, sebagaimana kita berkuliah, perlu waktu untuk jadi senior. Di dunia kerja lingkungan tentu jauh lebih kompetitif dan tanggung jawabnya lebih besar. Jenjang karir juga bukan Cuma 4 jenjang seperti kuliah. Ini bisa berlipat-lipat dari itu.

Anak kuliahan baru masuk dunia kerja itu seperti seorang anak yang beberapa tahun belajar berenang di dalam kelas. Suatu hari ia lulus lalu diminta untuk renang betulan di lautan.

Sebagian besar merasa jumawa. Nilai ujian teori renangnya tinggi. Ia ingin segera berenang di lautan lepas. Tapi mereka lupa kalau berenang betulan di tepian pun mereka belum bisa. Alhasil mereka hanya pindah dari satu pantai ke pantai lain.

Sebagian lain merasa, lebih baik mencoba berenang di tepian pantai. Sebentar nanti juga akan makin pandai. Dari pantai satu, mereka sedikit demi sedikit menjauh ke arah laut. Terus menerus demikian.

Saya sendiri masih di bibir pantai, di pinggir sekali. Saya masih menjadi kacung dan saya (kini) senang manjalaninya. Sebab, sederhana saja, rupanya banyak ilmu yang saya pelajari pada tahap ini. 


sumber : jazzmuhammad.blogspot.com

Senin, 27 Juli 2015

Forgive And Forget

Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir.
Ditengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi tanpa berkata-kata, dia menulis diatas pasir :

HARI INI SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU

Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi.
Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya hilang dia menulis disebuah batu :


HARI INI SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU


Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya : “kenapa setelah saya melukai hatimu, kamu menulisnya diatas pasir, dan sekarang kamu menulis diatas batu ?”
Temannya sambil tersenyum menjawab :
“ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya diatas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu

Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya diatas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin.

Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masalah lalu. Belajarlah menulis diatas pasir.

Since we all need forgiveness, we should always be forgiving.


sumber : last-inspiring.blogspot.com

Cara Pandang Terhadap Beban Hidup

Bukan berat Beban yang membuat kita Stress, tetapi lamanya kita memikul beban tersebut.
Pada saat memberikan kuliah tentang Manajemen Stress, Stephen Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada para siswanya: "Seberapa berat menurut anda kira segelas air ini?"


Para siswa menjawab mulai dari 200 gr sampai 500 gr."Ini bukanlah masalahberat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya." kata Covey.

"Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya.Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat."

"Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu akan meningkat beratnya." lanjut Covey. "Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi". Kita harus meninggalkan beban kita secara periodik, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi.

Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sore ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok. Apapun beban yang ada dipundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Setelah beristirahat nanti dapat diambil lagi.

Hidup ini singkat, jadi cobalah menikmatinya dan memanfaatkannya...!! Hal terindah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat, atau disentuh, tapi dapat dirasakan jauh di relung hati kita.

Start the day with smile and have a good day........

POINT OF VIEW

Beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Semarang sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta . Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur.

Si Pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan." Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?" tanya si Pemuda. "Oh.. Saya mau ke Jakarta terus connecting flight ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua" jawab ibu itu. " Wouw..... hebat sekali putra ibu" pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak. Pemuda itu merenung.

Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya. " Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang kedua ya Bu??Bagaimana dengan kakak-adik adik nya??" "Oh ya tentu.." si Ibu bercerita : "Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di Perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang." Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh.

"Terus bagaimana dengan anak pertama Ibu ?" Sambil menghela napas panjang, Ibu itu menjawab, "Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak, Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar "

Pemuda itu segera menyahut, "Maaf ya Bu, sepertinya Ibu agak kecewa ya dengan anak pertama Ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani?"

Anda ingin tahu jawabannya?

Dengan tersenyum Ibu itu menjawab, " Ooo... tidak.. tidak begitu Nak....Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani"



Pelajaran hari ini:
Setiap orang di dunia ini adalah orang penting. Buka mata, hati, jiwa dan cara pandang Anda. Kita tidak dapat mengambil suatu kesimpulan sebelum kita mengetahui seluruh ceritanya. Yang terpenting adalah bukan siapa Anda tetapi apa yang telah Anda buat?



sumber : last-inspiring.blogspot.com

Minggu, 12 Juli 2015

Apresiasi


 Seorang anak muda mendaftar untuk posisi manajer di sebuah perusahaan besar. Dia lulus interview awal, dan sekarang akan bertemu dengan direktur untuk interview terakhir. Direktur mengetahui bahwa dari cv nya, si pemuda memiliki akademik yg baik.

Kemudian dia bertanya, 
” apakah kamu mendapatkan beasiswa dari sekolah ?”
Kemudian si pemuda menjawab tidak.
“Apakah ayahmu yg membayar uang sekolah ?”
“Ayah saya meninggal ketika saya berumur 1 tahun, ibu saya yang membayarkannya”
“Dimana ibumu bekerja ?”
“Ibuku bekerja sebagai tukang cuci.”
Si direktur meminta si pemuda untuk menunjukkan tangannya. Si pemuda menunjukkan tangannya yg lembut dan halus.
“Apakah kamu pernah membantu ibumu mencuci baju ?”
“Tidak pernah, ibuku selalu ingin aku untuk belajar dan membaca banyak buku. Selain itu, ibuku dapat mencuci baju lebih cepat dariku.”

Si direktur mengatakan “aku memiliki permintaan. Ketika kamu pulang ke rumah hari ini, pergi dan cuci tangan ibumu. Kemudian temui aku esok hari.”
Si pemuda merasa kemungkinannya mendapatkan pekerjaan ini sangat tinggi.
Ketika pulang, dia meminta ibunya untuk membiarkan dirinya membersihkan tangan ibunya. Ibunya merasa heran, senang tetapi dengan perasaan campur aduk, dia menunjukkan tangannya ke anaknya.
Si pemuda membersihkan tangan ibunya perlahan. Air matanya tumpah. Ini pertama kalinya dia menyadari tangan ibunya sangat berkerut dan banyak luka.Beberapa luka cukup menyakitkan ketika ibunya merintih ketika dia menyentuhnya.
Ini pertama kalinya si pemuda menyadari bahwa sepasang tangan inilah yg setiap hari mencuci baju agar dirinya bisa sekolah. Luka di tangan ibunya merupakan harga yg harus dibayar ibunya untuk pendidikannya, sekolahnya, dan masa depannya. Setelah membersihkan tangan ibunya, si pemuda diam2 mencuci semua pakain tersisa untuk ibunya, Malam itu, ibu dan anak itu berbicara panjang lebar.
Pagi berikutnya, si pemuda pergi ke kantor direktur. Si direktur menyadari ada air mata di mata sang pemuda.
Kemudian dia bertanya, ” dapatkah kamu ceritakan apa yg kamu lakukan dan kamu pelajari tadi malam di rumahmu ?”
Si pemuda menjawab,” saya membersihkan tangan ibu saya dan juga menyelesaikan cuciannya”
“Saya sekarang mengetahui apa itu apresiasi. Tanpa ibu saya, saya tidak akan menjadi diri saya seperti sekarang. Dengan membantu ibu saya, baru sekarang saya mengetahui betapa sukar dan sulitnya melakukan sesuatu dengan sendirinya. Dan saya mulai mengapresiasi betapa pentingnya dan berharganya bantuan dari keluarga”
Si direktur menjawab,”inilah yg saya cari di dalam diri seorang manajer. Saya ingin merekrut seseorang yg dapat mengapresiasi bantuan dari orang lain, seseorang yg mengetahui penderitaan orang lain ketika mengerjakan sesuatu, dan seseorang yg tidak menempatkan uang sebagai tujuan utama dari hidupnya” “Kamu diterima”
————————————————————-
 Seorang anak yang selalu dilindungi dan dibiasakan diberikan apapun yg mereka inginkan akan mengembangkan ” mental ke’aku’an” dan selalu menempatkan dirinya sebagai prioritas. Dia akan tidak peduli dengan jerih payah orangtuanya.
Apabila kita tipe orang tua seperti ini, apakah kita menunjukkan rasa cinta kita atau menghancurkan anak2 kita ?
Kamu dapat membiarkan anak2mu tinggal di rumah besar, makan makanan enak, les piano, menonton dari TV layar besar. Tetapi ketika kamu memotong rumput, biarkan mereka mengalaminya juga. Setelah makan, biarkan mereka mencuci piring mereka dengan saudara2 mereka. Ini bukan masalah apakah kamu dapat memperkerjakan pembantu, tetapi ini karena kamu ingin mencintai mereka dengan benar. 
Kamu ingin mereka mengerti, tidak peduli seberapa kayanya orangtua mereka, suatu hari nanti mereka akan menua, seperti ibu si pemuda.
Yang terpenting, anak2mu mempelajari bagaimana mengapresiasi usaha dan pengalaman mengalami kesulitan dan belajar kemampuan untuk bekerja dengan orang lain agar segala sesuatu terselesaikan.
Semoga bermanfaat….


sumber : kumpulankisahinspirasidanmotivasi.wordpress.com

Jumat, 10 Juli 2015

Setiap Langkah Adalah Anugerah



Seorang professor diundang untuk berbicara disebuah basis militer. Disana ia berjumpa dengan seorang yang tak mungkin ia lupakan, yaitu RALPH yang diberi tugas menjemputnya dibandara. Ketika berada dibandara Ralph sering menghilang, ada saja yang dilalukannya, ia membantu seorang wanita tua yang kopernya jatuh dan terbuka, kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dpt melihat sinterklas, ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Namun ia selalu kembali kesisi sang Professor dengan senyum lebar. Waktu di dalam  mobil mereka ngobrol: “Dari mana anda belajar melakukan semuanya ini ? Tanya sang prof
“Melakukan apa? Tanya Ralph.

“Dari mana anda belajar bersikap seperti ini ? Desak sang Prof

“Oh” kata Ralph” selama perang…saya kira, perang telah mengajari saya banyak hal

Lalu ia bercerita sewaktu ditugaskan di Vietnam. Ia dan timnya bertugas membersihkan ladang ranjau dan harus menyaksikan satu persatu teman-teman nya tewas terkena ledakan ranjau.
“Saya belajar untuk hidup diantara pijakan setiap langkah” katanya.

Tegang disetiap langkah, Saya tidak tahu, apakah langkah berikutnya adalah pijakan terakhir bagi saya.

Yang sanggup saya lakukan takkala mengangkat kaki dengan aman, mensyukuri langkah sebelumnya.
Saya kira sejak itulah, saya menjalani kehidupan seperti ini. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru, Anugerah baru, dan kesempatan baru.

KEMULIAAN HIDUP, tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang bermakna bagi org lain.

NILAI MANUSIA, tidak ditentukan bagaimana cara ia mati, tapi bagaimana cara ia hidup.
KEKAYAAN MANUSIA, bukan apa yang ia telah peroleh, tapi apa yang ia telah berikan pada sesama.

Selamat menikmati setiap langkah hidup anda……

Ingat!!! Setiap langkah adalah  ANUGERAH ..


sumber : last-inspiring.blogspot.com

Kisah Bunga Putih


Ini adalah kisah sebuah bunga putih. Ia tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya ia adalah bunga yang terindah yang pernah tumbuh di antara tanah yang penuh dengan semak duri.

Ia tumbuh dengan indah di tengah semak-semak yang keheranan akan bentuk sang bunga putih yang berbeda dengan yang lainnya. Para semak duri lalu memandangnya dengan sinis dan tidak pernah memandang sang bunga putih dengan bersahabat, sehingga si bunga putih pun merasa bahwa ialah yang paling buruk karena ia memiliki bentuk yang paling berbeda di antara semak-semak duri tersebut.

Waktu pun berlalu, sang bunga putih tak pernah merasa bahagia.. bahkan ia sering bertanya kepada kupu-kupu yang senang bermain dengannya: "Mengapa aku harus tumbuh berbeda dengan yang lainnya? Mengapa aku terlihat begitu buruk dibandingkan yang lain ?"
Kupu-kupu menjawab: ”Kau tidak buruk, bunga putih. Hal yang membuatmu merasa buruk adalah karena dirimu terlihat berbeda dengan yang lainnya. Justru kau adalah bunga yang terindah yang pernah kutemui, bunga putih.”

Bunga putih pun terkejut :”Apa maksudmu, kupu-kupu ?”

Kupu-kupu lalu menjawab: "Tahukah dirimu, bunga putih.. bunga sepertimu adalah bunga yang cantik dan terindah, karena di tengah-tengah tanah yang penuh dengan semak duri kau tumbuh dengan anggunnya.. dan bahkan, bagiku kau adalah penolongku, karena ketika aku lapar, di tengah-tengah tempat yang sepertinya tidak ada harapan untuk mencari madu dari bunga, kau ada untuk menyediakan madu sehingga aku tidak kelaparan.. Bunga putih, bunga sepertimu yang tumbuh diantara semak duri sesungguhnya adalah bunga yang cantik dan terindah, karena kau menunjukkan bahwa masih ada harapan di tengah tanah yang penuh semak duri."

Bunga putih pun sadar,dan pada akhirnya ia bersyukur atas keadaan dirinya.

Terkadang kita seperti bunga putih diatas. Kita seringkali kecewa dan merasa buruk atau tertekan karena berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan sekitar kita.

Kita seringkali tak menyadari bahwa ketika kita berbeda dengan yang lainnya, Tuhan memiliki rencana yang besar di dalam hidup kita..yaitu untuk menjadikan hidup kita menjadi hidup yang memberikan harapan bagi orang lain yang membutuhkan,dan untuk menunjukkan bagi setiap orang, bahwa mimpi masih bisa terwujud di tengah dinginnya dunia, dan harapan masih ada meskipun sepertinya segala sesuatunya tidak dapat menjanjikan apa-apa.

Karena itu, yakinlah di dalam hatimu.. mungkin pada awalnya dirimu merasa tertekan karena berbeda dengan yang lainnya.. Namun, Tuhan tidak pernah melakukan kesalahan dalam mengatur dan menempatkan dirimu..karena Ia tahu, perbedaan yang ada pada dirimu adalah untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa harapan masih ada di dunia yang dingin seperti batu. Dan Ia memilihmu karena Ia mempunyai rencana yang besar di dalam hidupmu,yang tak pernah terpikirkan dalam benakmu..namun sudah dipersiapkan dengan luar biasa oleh Tuhan..

Karena itu, percayalah..bahwa apapun yang terjadi di dalam hidupmu..semuanya akan mendatangkan kebaikan dan harapan di dalam hidupmu dan juga hidup orang lain.. dan terlebih dari itu semua, percayalah bahwa apa yang Tuhan tetapkan di dalam hidupmu..pasti pada akhirnya semua hal itu akan menjadi indah pada waktuNya.


sumber : last-inspiring.blogspot.com

Burung Rajawali



Seekor burung rajawali bisa mencapai umur hingga 70 tahun. Tapi untuk mencapai umur tersebut adalah sebuah pilihan bagi seekor rajawali, apakah dia ingin hidup sampai 70 tahun atau hanya sampai 40 tahun.

Ketika burung rajawali mencapai umur 40 tahun, maka untuk dapat hidup lebih panjang 30 tahun lagi, dia harus melewati transformasi tubuh yang sangat menyakitkan. Dan pada saat inilah seekor rajawali harus menentukan pilihan untuk melewati transformasi yang menyakitkan itu atau melewati sisa hidup yang tidak menyakitkan namun singkat menuju kematian.

Pada umur 40 tahun paruh rajawali sudah sangat bengkok dan panjang hingga mencapai lehernya sehingga ia akan kesulitan memakan. Dan cakar-cakarnya juga sudah tidak tajam. Selain itu bulu pada sayapnya sudah sangat tebal sehingga ia sulit untuk dapat terbang tinggi.

Bila seekor rajawali memutuskan untuk melewati transformasi tubuh yang menyakitkan tersebut, maka ia harus terbang mencari pegunungan yang tinggi kemudian membangun sarang di puncak gunung tersebut. Kemudian dia akan mematuk-matuk paruhnya pada bebatuan di gunung sehingga paruhnya lepas. Setelah beberapa lama paruh baru nya akan muncul, dan dengan menggunakan paruhnya yang baru itu ia akan mencabut kukunya satu persatu-satu dan menunggu hingga tumbuh kuku baru yang lebih tajam. Dan ketika kuku-kuku itu telah tumbuh ia akan mencabut bulu sayap nya hingga rontok semua dan menunggu bulu-bulu baru tumbuh pada sayapnya. Dan ketika semua itu sudah dilewati rajawali itu dapat terbang kembali dan menjalani kehidupan normalnya. Begitulah transformasi menyakitkan yang harus dilewati oleh seekor rajawali selama kurang lebih setengah tahun.

Burung rajawali ini ibarat kita sebagai manusia. Ketika sebuah masalah datang dalam kehidupan kita dan kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus diambil, dan sering dari pilihan yang kita ambil tersebut kita harus melewati suatu transformasi kehidupan yang menyakitkan bagi jiwa dan tubuh kita. Namun ditengah kesulitan tersebut kita harus ingat ada Tuhan yang menyertai kita, ada masa depan yang Tuhan sediakan untuk kita diakhir perjuangan kita, suatu kehidupan 30 tahun lebih panjang, suatu kehidupan yang lebih baik, suatu pemulihan hubungan, suatu kesembuhan, suatu sukacita ....., suatu yang saudara impikan selama ini.


sumber : last-inspiring.blogspot.com

Ulat dan Pohon Mangga


Seekor ulat yang kelaparan terdampar di tanah tandus. Dengan lemas ia menghampiri pohon mangga sambil berkata, “Aku lapar, bolehkah aku makan daunmu?”

Pohon mangga menjawab, “Tanah di sini tandus, daunku pun tidak banyak. Apabila kau makan daunku, nanti akan berlubang dan tidak kelihatan cantik lagi. Lalu aku mungkin akan mati kekeringan. Hmmm… tapi baiklah, kau boleh naik dan memakan daunku. Mungkin hujan akan datang dan daunku akan tumbuh kembali.”

Ulat naik dan mulai makan daun-daunan. Ia hidup di atas pohon itu sampai menjadi kepompong dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang cantik.

“Hai pohon mangga, lihatlah aku sudah menjadi kupu-kupu. Terima kasih karena telah mengizinkan aku hidup di tubuhmu. Sebagai balas budi, aku akan membawa serbuk sari hingga bungamu dapat berbuah.”

Dalam hidup kita sering memperhitungkan untung rugi pengorbanan yang dilakukan. “Jika saya memberi, saya akan kekurangan. Bagaimana mengatasinya?” Atau, “Bagaimana kalau ternyata saya ditipu?”

Tapi sadarkah kita, setiap kita memberi, ada sepercik sukacita di hati? Mother Teresa pernah berkata, “Lakukan apa yang menjadi bagianmu, dan jangan berpikir apa yang akan kita dapat.” Bila ingin memberi, lakukan saja karena semuanya akan kembali ke kita juga.

sumber : last-inspiring.blogspot.com

Sang Pemancing


Di suatu pulau yang terkenal keindahan pantainya, diadakan kompetisi memancing. Hadiah uang yang diperebutkan cukup menarik penduduk sekitar dan para wisatawan yang ada di sana. Hadiah itu diperuntukkan bagi peserta yang dapat menangkap ikan yang terbesar dan terbanyak sepanjang kompetisi itu berlangsung. 

Adalah tiga pemuda yang bersahabat dan sedang berwisata di sana berminat mengikuti kompetisi. Segeralah mereka menyiapkan peralatan dan perbekalannya masing-masing. 

Waktu berkompetisi tiba, ketiga pemuda itu memilih untuk berada dalam satu kapal karena persahabatan mereka. Pemuda pertama memilih berada di sisi kanan kapal, pemuda kedua di sisi kiri dan pemuda ketiga di buritan. Kapal dinakhodai oleh penduduk setempat yang mengetahui daerah-daerah yang banyak ikannya. Oleh nakhoda tersebut kapal diarahkan pada rute –rute yang menarik pemandangan alamnya. 

Pemuda pertama begitu serius memancing hingga tak menyadari bahwa kapal baru saja melewati palung dan gunung laut yang indah, ikan-ikan terbang dan lumba-lumba yang berlompatan. Waktu terasa begitu lama sebelum strikepertama ia dapatkan. Strike berikutnya saling susul menyusul dan pada akhirnya banyak ikan yang ia dapatkan meski bukan yang terbesar. 

Pemuda yang kedua sibuk mencari posisi duduk yang teraman karena tiap kapal terguncang oleh ombak yang besar maka airpun membasahi bajunya. Hingga di tengah perjalanan akhirnya iapun mendapatkan tempat teraman di belakang nakhoda namun umpan pancingnya hanya sekali disambar oleh ikan hingga waktu kompetisi berakhir. 

Pemuda ketiga juga memasang pancingnya di buritan kapal. Namun saat kapal melewati palung dan gunung laut maka ia segera berfoto bersama beberapa kru kapal, begitu pula ketika lumba-lumba berlompatan di dekat kapal ia pun segera mendekati sisi kapal yang terdekat, hingga bajunya basah namun tidak ia hiraukan karena tenggelam dalam rasa kagum. Kadang umpan pancingnya disambar meski tak semua dapat diselesaikannya dengan baik. Pada akhir kompetisi ia mendapatkan beberapa ikan yang kemudian dibagi-bagikannya pada kru kapal seusai penimbangan. 

Ketiga pemuda yang bersahabat akhirnya menyelesaikan kompetisi memancing. Pemuda pertama memenangkan kompetisi kategori pemancing yang mendapatkan ikan paling banyak dan merekapun kembali ke rumahnya masing-masing dengan membawa cerita dan kesan yang berbeda-beda. 

*Hidup seperti ketiga pemancing itu, kadang kita memainkan hidup kita seperti pemancing pertama, kedua ataupun ketiga. Kitalah yang memilih hidup kita ingin seperti apa dan bagaimana. Namun apakah kita sudah bahagia? Bahagia seperti apa? Hanya hati dan kesadaran diri untuk memahami panggilanNya yang dapat menjawabnya.



sumber : last-inspiring.blogspot.com

Pencuri Kue


Suatu malam, seorang wanita sedang menunggu di bandara. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di sebuah gerai toko di bandara, lalu menemukan tempat duduk.

Sambil duduk, wanita tersebut memakan kue sambil membaca buku yang baru dibelinya. Dalam keasyikannya, ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua kue yg berada diantara mereka berdua.

Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si “Pencuri Kue” yang pemberani itu menghabiskan persediaannya.

Ia makin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berpikir: (“Kalau aku bukan orang baik, tentu sudah kutonjok dia !”).

Setiap ia mengambil satu kue, si lelaki itu juga mengambil satu. Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan, dan ia segera mengumpulkan barang-barang miliknya dan menuju pintu gerbang.

Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari buku yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas karena kaget. Ternyata disitu ada kantong kuenya. Koq milikku ada di sini, jadi kue tadi adalah milik siapa. Milik lelaki itu?

Ah, terlambat sudah untuk meminta maaf; ia tersandar dan sedih. Bahwa sesungguhnya akulah yang salah, tak tahu terima kasih dan akulah sesungguhnya sang pencuri kue itu; bukan dia!

Dalam hidup ini, kisah pencuri kue seperti tadi seringkali terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri, dan tak jarang kita berprasangka buruk.

Orang lainlah yang selalu salah, orang lain yang patut disingkirkan, orang lain yang tak tahu diri, orang lain yang berdosa, orang lain yang selalu bikin masalah.

Kita sering mengalami hal diatas, kita sering berpikir bahwa kita paling benar sendiri, kita paling suci, kita paling tinggi, kita paling pintar, dst.

Sejak detik ini, bisakah kita memulai untuk rendah hati?

Dan tidak lagi menjadi “pencuri kue” yang teriak “maling..!” kepada orang lain..!



sumber : last-inspiring.blogspot.com

Semangkuk Nasi Putih


Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang terjadi di negeri Tiongkok. Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir didepan sebuah rumah makan  cepat saji di kota metropolitan, menunggu sampai tamu direstoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan malu-malu dia masuk kedalam restoran tersebut.

Kemudian pemuda itu berkata: “Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih”; dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan.

Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda ini hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apapun, lalu menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya.

Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar lalu berkata dengan pelan: “dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya.”

Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum:”Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar !”
Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir:” kuah sayur gratis.”

Lalu memesan semangkuk lagi nasi putih.
” Semangkuk tidak cukup anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya.”

Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini.
“Bukan, saya akan membawa pulang, besok akan membawa ke sekolah sebagai makan siang saya !”

Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir pemuda ini tentu dari keluarga miskin di luar kota, demi menuntut ilmu datang kekota, mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan dalam keuangan itu sudah pasti.

Berpikir sampai disitu pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur disembunyikan dibawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut sepintas terlihat hanya sebungkus nasi putih saja dan memberikan kepada pemuda ini.

Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui suaminya sedang membantu pemuda ini, hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur disembunyikan dibawah nasi?

Suaminya kemudian membisik kepadanya :”Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk di nasinya dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ketempat lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.”

“Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.”

“Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku ?”

Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain.
“Terima kasih, saya sudah selesai makan.”

Pemuda ini pamit kepada mereka.
Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka.

“Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat !” katanya sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan-segan datang lagi.

Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah ke rumah makan mereka, sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari.

Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi.

Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus digusur, tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan diluar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik.

Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid.
“Apa kabar? Saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan semuanya kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2 dengan perusahaan.”

“Siapakah direktur diperusahaan kamu ? Mengapa begitu baik terhadap kami? Saya tidak ingat mengenal seorang yang begitu mulia !”  sepasang suami istri ini berkata dengan terheran.

“Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya kepadanya.”

Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul, setelah bersusah payah selama 20 tahun akhirnya pemuda ini dapat membangun kerajaaan bisnisnya dan sekarang menjadi seorang direktur yang sukses.

Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini, jika mereka tidak membantunya dia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang.

Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-dalam berkata kepada mereka:”bersemangat ya ! dikemudian hari perusahaan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok !”

Kebaikan hati dan balas budi selamanya dalam kehidupan manusia adalah suatu perbuatan indah dan yang paling mengharukan. 


sumber : last-inspiring.blogspot.com

Bai Fang Li si Orang Miskin yang Kaya


Namanya BAI FANG LI, orang miskin yang pekerjaannya adalah tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.

Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan.Bai Fang Li melalang di jalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.

Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.

Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.

Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana Bai Fang Li biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, di ruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.

Bai Fang Li tinggal sendirian di gubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.

Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.

Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat di pundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar di mukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu.

Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu ke mulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga.

Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.

“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….,” jawab anak itu.

“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.

“Saya tidak tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…,” sahut anak itu.

Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.

Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.

Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.

Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam 8 malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan membeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.

Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmm… tapi masih cukup bagus… gumamnya senang.

Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, di tengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.

“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.

Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu. Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.

Bai Fang Li berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan….,” katanya dengan sendu.

Semua guru di sekolah itu menangis….

Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000 (kurs 1300, setara 455 juta rupiah, jika tidak salah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.

Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan ”Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa”.

Bila SESEORANG yang miskin menyumbang dari kekurangannya, maka ia adalah salah satu PENGHUNI SURGA yang diutus ke dunia, yang mengajarkan kita untuk selalu BERSYUKUR dan selalu BERBAGI kepada sesama.


sumber : last-inspiring.blogspot.com

Rabu, 08 Juli 2015

Nasehat Cinta Ustadz Felix Siauw







“kita coba jalanin aja dulu yuk” | meyakinkan dirinya sendiri mencintaimu aja nggak bisa, apalagi meyakinkanmu? #UdahPutusinAja

“kalau sudah tiba masanya, aku pasti ke orangtuamu” | terus kalau udah tiba masanya (bertahun-tahun pula), bapakmu nggak setuju? mau apa?
“sabar, kita lagi penjajakan” | iya, dia anggep kamu gunung kali ya? abis dijajaki, sampe puncak, dinikmati, ditinggalin.. #UdahPutusinAja

“kita masih muda, belum saatnya ngomong nikah” | udah tau masih muda, adegannya mau kayak dewasa mulu.. #UdahPutusinAja

“nikah itu nggak main-main, perlu pemikiran serius” | bener banget, nikah itu serius, pacaran itu main-main.. tau aja dia.. #UdahPutusinAja

“nikah itu titik dimana kita nggak bisa mundur loh?!” | makanya pacaran itu enak, kapan-kapan mau bisa mundur, bisa kabur..
“emang kenapa mau cepet-cepen nikah? begini kan juga fun, enak” | yang dia mau memang fun, enak, bukan komitmen dan tanggung jawab..
“lu jangan dengerin @felixsiauw deh, dia mah nyuruh orang putus mulu” | yang baik-baik aja dilarang, yang jahat aja malah difasilitasi
mumpung bulan Ramadhan, setan jin lagi dibelenggu | #UdahPutusinAja

dan mulailah pendekatan sama Allah SWT sayang deh, udah susah, capek, haus, laper ngumpul pahala | malah dihabisin sama maksiat pacaran.. yahh..
bersabar dulu sendiri lalu memantaskan diri berdua karena Allah | bukan pacaran dan syaitan jadi yang ketiga, tapi Allah nggak ridha

Berfokus Pada Kelebihan Diri


Cerita berikut mengisahkan seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah dasar.

Suatu hari sang guru berkata, “Anak-anak, tuliskan tiga kelebihan kalian."

Beberapa menit berlalu, murid-muridnya nampak masih kebingungan dengan tugas dari sang guru.

Dengan setengah berakting, sang guru kemudian bersuara keras: “Kenapa tidak cepat-cepat menuliskannya! Ataukah kalian ingin kertas kalian Guru robek?” seketika mereka jadi salah tingkah.

Beberapa murid pun mulai menulis. Salah satu di antara mereka menulis di atas kertas, “Kadang-kadang patuh sama Ibu. Kadang-kadang membantu Ibu. Kadang-kadang menyuap Adik.”

Merasa penasaran dengan tulisan murid tersebut, sang guru pun bertanya: “Kenapa tulisnya kadang-kadang?“ Dengan lugu, murid tersebut menjawab: “Memang kadang-kadang saja, Pak Guru.”

Ketika semua anak telah menuliskan kelebihan dirinya, sang guru kemudian memberi tugas selanjutnya: “Sekarang anak-anak, coba tuliskan tiga kelemahan kalian atau hal-hal buruk dari diri kalian.”

Seketika ruangan kelas menjadi gaduh. Anak-anak mulai bersemangat. Salah seorang unjuk tangan kemudian bertanya: “Tiga saja, Pak Guru?”. “Ya, tiga saja!” jawab sang guru. Anak tadi langsung menyambung: “Pak guru, jangankan tiga, sepuluh juga bisa!”.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu?
Terkadang kita tidak sadar akan kelebihan yang ada dalam diri kita akibat lingkungan dan orang-orang di sekitar kita yang lebih sering menyampaikan kejelekan dan kekurangan kita.Padahal semestinya kita harus mencoba untuk memfokuskan perhatian pada kelebihan kita dan bukan kelemahan kita. Bila dalam kenyataan kekurangan kita banyak dapat langsung disadari oleh orang, maka itu bukan alasan untuk merasa rendah diri. Lebih coba gali informasi tentang diri anda sendiri, karena pasti dalam satu hal anda memiliki suatu kelebihan.



sumber : termotivasi.com